Minggu, 08 Januari 2012

Askep Bayi Baru Lahir


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT


PENDAHULUAN

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
1.      Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2.      Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3.      Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4.      Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
5.      Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6.      Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A.    Pelayanan Dasar
  1. Persalinan aman dan bersih
  2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
  3. Mempertahankan pernafasan spontan
  4. ASI Ekslusif
  5. Perawatan mata
B.     Pelayanan Khusus
  1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
  2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
  3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

 

 

EFEK SAKIT PADA NEONATUS


Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.

Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

 

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA


Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :

1.      Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.

2.      Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.



3.      Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.

 

HIPERBILIRUBINEMIA


Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia



Fisiologis jaundice
Jaundice yang berhubungan dengan Breast feeding
Jaundice Breast milk
Hemolitik desease

Penyebab

Fungsi hepatik immatur ditambah peningkatan bilirubin dari hemolisis RBC
Intake susu yang jelek berhubungan dengan konsumsi kalori yang sedikit pada bayi sebelum susu ibu keluar
Faktor-faktor pada susu ibu yang berubah, bilirubin menjadi bentuk lemak yang mana direabsorbsi usus
Incompatibilitas antigen yang menyebabkan hemolisis sebagian dari RBC.
Hati tidak mampu untuk mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis

Onset

Setelah 24 jam pertama (bayi prematur, bayi lahir lama)
2 - 3 hari
4 - 5 hari
Selama 24 jam pertama
Puncak
72 jam
2 - 3 hari
10 - 15 hari
Bervariasi
Durasi
Berkurang setelah 5-7 hari

Sampai seminggu

Terapi
Fototherapi jika bilirubin meningkat dengan cepat
Berikan ASI sesering mungkin, berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl
Hentikan ASI selama 24 jam untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat diulangi.
Dapat dilakukan fototherapi tanpa menghentikan pemberian ASI
Posnatal: fototherapi, bila perlu transfusi tukar
Prenatal:
Transfusi (fetus)
Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM


Pengkajian

1.      Riwayat keluarga dan kehamilan:
-          Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
-          Prenatal care
-          DM pada ibu
-          Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
-          Penyalahgunaan obat pada orang tua
-          Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
-          Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
-          Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
-          Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
-          Induksi oksitosin pada saat persalinan
-          Penggunaan vakum ekstraksi
-          Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan

2.      Status bayi saat kelahiran:
-          Prematuritas atau kecil masa kehamilan
-          APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
-          Trauma dengan hematoma atau injuri
-          Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
-          Hepatosplenomegali

3.      Kardiovaskuler
-          Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis

4.      Gastrointestinal
-          Oral feeding yang buruk
-          Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
-          Hepatosplenomegali

5.      Integumen
-          Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
-          Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC

6.      Neurologik
-          Hipotoni
-          Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
-          Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
-          Kejang

7.      Pulmonari
-          Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus
-          Aspiksia, efusi pulmonal

8.      Data Penunjang
-          Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal)
-          Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
-          Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
-          Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
-          Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
-          Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh
-          Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
-          Hb dan HCT
-          Total protein, menentukan penurunan binding site
-          Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
-          Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level

Diagnosa Keperawatan

Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan  produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati

Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin

Tindakan:
1.      Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2.      Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau  penurunan kadar bilirubin
3.      Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
4.      Kaji status bayi  khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
5.      Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces

Hasil yang diharapkan:
1.      Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir
2.      Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya

Tujuan 2:  tidak terjadi komplikasi dari fototherapi

Tindakan:
1.      Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea
2.      Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3.      Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
4.      Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
5.      Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi
6.      Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
7.      Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit

Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)

Tindakan:
1.      Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
2.      Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi
3.      Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi
4.      Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
5.      Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
6.      Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7.      Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
8.      Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
9.      Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.

Hasil yang diharapkan :
1.      Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi
2.      Vital sign berada pada batas normal
3.      Tidak terjadi infeksi atau perdarahan   pada daerah terpasangnya infus

Dx.2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan

Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional

Tindakan:
1.      Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2.      Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over  proteksi pada bayi
3.      Yakinkan  keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4.      Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
5.      Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya

Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa

Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah

Tindakan:
1.      Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
2.      Instruksikan keluarga untuk:
-          Melindungi mata
-          Merubah posisi
-          Memberikan asupan cairan yang adekuat
-          Menghindari penggunaan minyak pada kulit
-          Mengukur suhu aksila
-          Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
-          Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3.      Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan

Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)

 

HIPOTERMIA & HIPERTERMIA


HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki  dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

Etiologi dan faktor presipitasi

-          Prematuritas
-          Asfiksia
-          Sepsis
-          Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
-          Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
-          Eksposure suhu lingkungan yang dingin

Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.       

Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.       Hipotermia sedang:
-          Kaki teraba dingin
-          Kemampuan menghisap lemah
-          Tangisan lemah
-          Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b.      Hipotermia berat
-          Sama dengan hipotermia sedang
-          Pernafasan lambat tidak teratur
-          Bunyi jantung lambat
-          Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c.       Stadium lanjut hipotermia
-          Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
-          Bagian tubuh lainnya pucat
-          Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)


HIPERTERMIA
Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.

Gejala hipertermia pada bayi baru lahir :
-          Suhu tubuh bayi > 37,5 C
-          Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
-          Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang

Pengkajian hipotermia & hipertermia

1.      Riwayat kehamilan
-          Kesulitan persalinan dengan trauma infant
-          Penyalahgunaan obat-obatan
-          Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu

2.      Status bayi saat lahir
-          Prematuritas
-          APGAR score yang rendah
-          Asfiksia dengan rescucitasi
-          Kelainan CNS atau kerusakan
-          Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
-          Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal

3.      Kardiovaskular
-          Bradikardi
-          Takikardi pada hipertermia

4.      Gastrointestinal
-          Asupan makanan yang buruk
-          Vomiting atau distensi abdomen
-          Kehilangan berat badan yang berarti

5.      Integumen
-          Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
-          Kulit kemerahan (hipertermia)
-          Edema pada muka, bahu dan lengan
-          Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
-          Perspiration (hipertermia)

6.      Neorologic
-          Tangisan yang lemah
-          Penurunan reflek dan aktivitas
-          Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan

7.      Pulmonary
-          Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
-          Retraksi dada
-          Ekspirasi grunting
-          Episode apnea atau takipnea (hipertermia)

8.      Renal
-          Oliguria

9.      Study diagnostik
-          Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas
-          Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
-          Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
-          Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
-          Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi

 
Diagnosa keperawatan
Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.

Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh

Tindakan :
1.      Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
2.      Kaji potensial dan aktual hipotermia atau hipertermia :
-          Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
-          Monitor suhu lingkungan
-          Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
-          Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
-          Observasi warna kulit
-          Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure
-          Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.

Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh

Tindakan :
1.      Lindungi dinding inkubator dengan
-          Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
-          Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
-          Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
2.      Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
3.      Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4.      Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
5.      Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
6.      Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7.      Sesedikit mungkin membuka inkubator
8.      Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9.      Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)
10.  Beri topi dan bungkus dengan selimut

Tujuan 3:  Mencegah komplikasi dingin

Tindakan :
1.      Kaji tanda stress dingin pada bayi :
-          Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C
-          Kelemahan dan iritabilitas
-          Feeding yang buruk dan lethargy
-          Pallor, cyanosis central atau mottling
-          Kulit teraba dingin
-          Warna kemerahan pada kulit
-          Bradikardia
-          Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
-          Penurunan aktivitas dan reflek
-          Distesi abdomen dan vomiting

2.      Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut :
-          Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit
-          Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit
-          Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
-          Monitor serum glukosa
-          Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
-          Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C

Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.

Tujuan  : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi

Tindakan :
  1. Beri informasi pada orangtua tentang :
-          Penyebab fluktuasi suhu tubuh
-          Kondisi bayi
-          Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh
-          Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergian
  1. Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
  2. Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator
  3. Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan


BAYI PREMATUR


Definisi :
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.

Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar